sesaat setelah hujan sore itu berlalu, aspal mulai mengering. rumput-rumput mulai tegak berdiri dengan tetesan kecil air yang ada bermukim sementara diantaranya. masih saja terjejal bayangan tentang wajahnya yang kemarin baru saja menolak untuk menerima kenyataan perasaan.
" hei Jon, kenapa kau murung ?", tanya Rena kepada laki-laki yang berwajah datar itu.
" oh tidak, aku sedang pura-pura murung saja..", jawabnya dengan santai. seolah ekspresi tadi memang sengaja dibuat-buat.
Joni sadar beberapa hari ini dia memang tidak bisa membohongi perasaannya, tapi ya dia tetap mencoba untuk berbohong. dunia ini panggung sandiwara menurut judul lagu yang dibawakan Godbless, Joni tidak terlalu hapal liriknya. tapi Insya Allah di bulan puasa ini dia cukup cerdas untuk memahaminya.
Rena adalah sahabat baik Joni, seorang wanita yang semampai, perilakunya sedikit tomboy tetapi dia termasuk pembela agama Allah karena selalu menggunakan jilbab ketika keluar rumah. Joni sendiri sering mendapat kultum karena jarang melaksanakan kewajiban agama. mereka sore itu bertemu di djoeragan kopi.
seperti layaknya anak muda lain yang pernah terlibat dalam perkara cinta monyet, Joni kemarin mencoba pula untuk terlibat dengan menembak seorang wanita yang tinggal dekat rumahnya. sebenarnya Joni hanya ingin membuktikan analisanya terhadap perasaan wanita itu, karena setiap ingin berangkat shalat tarawih di bulan puasa ini. Joni seringkali ditegur dengan senyum yang sangat membuat penasaran.
" Dina, aku ingin bertanya padamu apakah engkau menyukaiku ? aku ingin terus terang karena senyummu menyatakan bahwa kau suka", joni menyatakan perasaannya dengan gamblang dan tanpa beban. Dina, anak Imam masjid dekat rumahnya itu hanya tertunduk dan diam.
cara yang ditempuh joni memang sangat tidak lazim karena menyatakan cinta tanpa menggunakan sedikitpun sentuhan pujangga.
di era transformasi, dimana twitter telah menjadi media komunikasi dan google sudah menjadi sahabat akrab mahasiswa dalam mengerjakan tugas. masih ada lelaki seperti Joni yang berani dengan lugas menyatakan cinta berbeda cara dengan mayoritas anak muda yang sudah lihai karena membaca panduang menyatakan cinta di Internet. sungguh ironis.
Seperti bunga yang layu terinjak, Dina hanya menanggapi ungkapan perasaan Joni dengan gelengan kepala ke kiri dan ke kanan.
OFFSIDE! ya benar seperti striker di permainan sepak bola, Joni merasakan ternyata dia offside. dan ungkapannya hanya ditanggapi dengan gelengan kepala.
itulah alasan mengapa hari ini dia murung duduk di djoerkop, bersama Rena sahabat baiknya. Joni tak tahu alasan mengapa dia ditolak, wajahnya padahal cukup tampan dengan rambut sisir ke belakang ala mafia italia, wajah yang masih satu ras dengan Osama bin Laden. baju flannel merah yang tidak ketinggalan dengan celana leecooper robek di bagian lutut. kemurungannya hanya menjadi sebuah pelajaran baginya tentang cinta masa kini yang mengharuskan seseorang mestilah keren dalam menyatakan cintanya.
Rena sore itu pun menghiburnya dengan mengatakan " sudahlah Jon, tak usah kau pikirkan lagi". Joni hanya tertawa seraya menjawab " aku hanya mencoba untuk berekspresi seperti anak muda kebanyakan Ren". Rena pun bingung dan tak menyangka dengan jawaban Joni yang blak-blakan.
Rena sebenarnya ingin meng-upgrade hubungannya dengan Joni sore itu menjadi pacar, tetapi sudahlah Joni bukan tipenya. karena Joni bukan pujangga yang pandai merangkai kata.
Matahari yang mulai menghilang sore itu di arah barat, menyisakan lembayung indah di langit. Joni tanpa beban melewati setiap waktunya dengan lawakan-lawakan konyol, Rena terus menunggu kapankah waktu sahabatnya menjadi Pujangga dan mampu menyatakan perasaannya secara lebih baik. berhentilah berharap Ren, Joni masih seperti dulu dan betah seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar