Minggu, 04 November 2012

Bidadari Musim Hujan


di mana kau berada di sana cintaku
Walau ke ujung dunia, pasti akan ku nanti
Meski ke tujuh samudera, pasti ku akan menunggu
karena ku yakin kau hanya untukku

Untukku - Chrisye








Kaos AC/DC kuning bulukku terkena kuah bakso, imbas dari kecerobohanku saat makan. Ya, aku memang sering memegang sendok dan garpu pada bagian ujung atas. Sehingga memang peganganku tak terlalu erat. Jack yang duduk di hadapanku daritadi hanya diam saja, ia telah menghabiskan semangkuk bakso dan mulai menghembuskan asap telpus.
Saat itu langit sedang berganti warna, keadaannya sunyi. Lampu putih warung bakso menerangi setiap insan yang ada di dalamnya.

Celana jeans sobek dan rambut Afro ala Ahmed Albar adalah sebuah ketidaksengajaan dalam penampilanku sore itu.

Tepat di belakang Jack duduk dua orang wanita, mereka terlihat sangat akrab. Sesekali keduanya ku dengar tertawa hebat. Sampai waktu hujan turun dan petir mulai iseng menunjukkan dirinya barulah kedua wanita itu terlihat tenang. Warung bakso tempat kami makan itu bentuknya kubus, bersih dan di sekitarnya banyak terdapat tanaman tropis. 

Aku mengambil telpus dari kotaknya, ku nyalakan dan aku mendengarkan sesekali Jack menceritakan informasi sekitar daerah, kampus dan juga perkembangan musik. Aku terus mendengarkan, tapi konsentrasiku mulai pecah ketika seorang wanita yang duduk di belakang Jack mulai mengambil gambar temannya dengan kamera handphone. Entah sengaja atau tidak, tapi aku merasa wanita itu mengarahkan kamera itu agar aku juga terlihat dalam gambar yang diambilnya. dilakukannya berulang kali dan sesekali saat aku bertemu pandang dengannya, ia tersenyum.
Kadang kami saling membuang muka, tapi setelah itu saling berpandangan lagi. Parasnya memang elok, rambutnya hitam panjang dan anggun sekali, ia menggunakan kawat gigi dan menggunakan jam tangan ala syahrini. Wanita yang satu lagi hitam dan agak tomboi.

Jack yang dari tadi tahu tingkahku mulai janggal, mengambil langkah melihat ke belakang. Mencari tahu apa yang sedang terjadi. Jack berbisik kepadaku " lagu lama ini kalo ente cinlok ma cewe' dimanapun berada, tapi kali ini aku mendukung bro! cocok ma ente ", ucapnya dengan senyum seperti patih gajahmada. Aku menerka-nerka kenapa kedua wanita itu belum pulang juga, hampir 1 jam mereka duduk di warung bakso ini. Jack memberitahuku hasil analisanya " mereka pasti menunggu hujan yang begitu awet ini reda bro ", pungkasnya. Aku mulai sependapat dengan analisa itu. Aku kasihan melihat wajah mereka yang mulai murung menunggu hujan yang tak kunjung reda, ingin rasanya akumengantarkan mereka karena aku menggunakan mobil, Jack bersedia untuk membawakan motor mereka di tengah hujan itu. Jack dengan sukacita rela berkorban, karena katanya wanita itu memang hadiah Tuhan untukku. Aku tergelak lucu mendengar ucapan Jack, tapi jauh di dalam hatiku aku sepakat tanpa bantahan sedikitpun.

Ketika lagi-lagi kami saling berpandangan, Wajah wanita itu seperti memberi isyarat, dia akan senang hati menerima bila aku ingin berkenalan dengannya. 

Saat Hujan mulai reda, aku bergegas untuk mendekati wanita itu menawarkan bantuan. Tapi mendadak saat berdiri di hadapannya, ku rasakan langkahku kaku, jam tanganku rasanya berhenti berdetak detik, lidahku kelu. Wanita itu memandangku dengan wajah anggunnya, ia mulai memakai helmnya. Jarinya lentik dan kukunya dicat merah muda, tangannya putih dan langsing sekali. Saat lidahku sudah tidak kelu lagi, wanita itu ternyata sudah berada di atas motor dan langsung melaju dengan cepat menghindari setiap tetesan hujan.

Jack mengatakan " ayo kejar bro! ", aku bergegas menghidupkan mesin mobil. Hujan mulai deras lagi, aku melaju dalam kecepatan yang tak pernah kualami sebelumnya. Saat di samping kiri kami terlihat samar-samar pasar Tangga Arung Hampir saja kami mendekati motor wanita itu, Tapi di ujung jalan yang kami lalui ada plang perbaikan jalan. Mobil dipastikan tidak mungkin lewat, motor wanita itu bisa lewat. Aku kecewa berat.

Tapi Jack menekanku semangat untuk mengejarnya, aku bergegas untuk mengambil arah putar ke jalan alternatif.
Saat aku sampai ke jalan di depan gerbang pasar Tangga Arung. Wanita itu sudah tidak ada lagi, aku tak tahu ke arah mana ia berbelok dan dimana rumahnya. aku berputar mengelilingi kota itu menyusuri jejak yang tersisa di hatiku. Pinggiran sungai Mahakam ku susuri sampai aku tak tahu lagi kapan ku harus berhenti. Hingga akhirnya aku harus kembali karena waktu sudah larut.
Karena aku tak sempat tahu namanya kuberi wanita itu nama Bidadari Musim Hujan.
*

di atas pont de Normandie yang menghubungkan kedua tepi Sungai Seine Perancis. Aku berjalan dari arah selatan kota Paris yang tua dan kuno menuju ke Utara. Langit sore yang sendu di musim gugur menyajikan panorama kota Paris yang tertata dan sudah direncanakan oleh Napoleon Bonaparte. Jack berada di belanda melanjutkan studi hukum ke Negara penjajah kita itu. Aku telah meraih gelar doktor ilmu sosial di Sorbonne.

Saat aku sampai di La Rive Droit ( tepi kanan sungai seine ) atau biasa disebut paris utara oleh para turis, aku duduk dan merenung melihat lalu lalang kapal-kapal kecil yang melintasi sungai indah ini. Hingga daun berguguran dan angin sungai bertiup sepoi-sepoi menggoda wajahku. aku baru tersadar bahwa hujan akan membasahi bumi ketika setetes air jatuh tepat di ujung hidungku.

Aku segera mencari mencari pohon besar yang bisa menghindarkanku dari hujan yang begitu deras. Saat aku berteduh dan mengambil jacket tebalku dari dalam tas ransel seorang wanita datang dan berteduh disampingku. Aku tidak begitu memerhatikannya karena aku sudah ditemani telpus. Asap telpus menjadi suasana dan monolog dalam renunganku.

Saat langit mulai berhenti menangis, aku sedikit berbasa basi kepada wanita berkacamata hitam itu " La pluie a commencé à se calmer " ( Hujan mulai reda)  , ungkapku dengan nada sengau ala prancis. Wanita itu mengangguk dan menjawab " Aku mulang duluan yoh.. " dengan nada bahasa Kutai. Aku terkejut setengah mati, bagaimana bisa di tengah kota peradaban dan mode dunia yang terpisah samudera, berbeda benua dengan Negaraku indonesia, ada seorang wanita di tepi sungai seine yang berbahasa Kutai menjawab basa basiku yang berbahasa prancis.

Wanita itu membuka kacamata hitamnya dan menaruhnya di dalam tas, aku mulai mengenalinya. Hatiku berteriak kencang, semua semangatku yang hilang seketika muncul kembali. Bidadari musim hujan ada di depan mataku.

Dari kejauhan aku tetap berdiri di bawah pohon, memerhatikan dirinya berjalan di bawah sisa tangisan langit hingga ia tak terlihat lagi oleh mata minus satu ku. Aku tidak lagi mengejarnya, karena aku yakin jika ia hadiah Tuhan maka ia akan selalu ada di dekatku sampai akhir waktu.


Ku tulis cerita pendek ini di belakang poster politik yang ditempel di sudut utara Place de la Bastille, sebuah distrik tempat demonstrasi bersejarah di tepi kanan sungai seine. 

Dari yang selalu ingin mengenalmu
Oh bidadari musim hujan
Jika kau hadiah Tuhan, semoga kau membacanya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar