Kamis, 06 September 2012

Lihatlah bintang-bintang

Look at the stars
Look how they shine for you
And everything you do
Yeah, they were all yellow

Yellow – Cold Play


Senja sering menjelaskan bagaimana gradasi warna telah menjadi sebuah monolog alam yang mengajak manusia mensyukuri keindahannya. Menjadi epilog aktivitas rasionalitas manusia yang terbatas, sekalipun dalam memotivasi kehidupannya seringkali kita pun harus memungkirinya dalam rangka mengoptimalkan segala potensi. Karena ketaklidan buta dan sifat minimalis yang berbuat sekedarnya telah berperan protagonis dalam kemunduran peradaban manusia.

Bagi pengagum keindahan malam maka senja ialah pertanda, dimana ia bisa melanglang buana tanpa peduli masuk angin (Pen : penyakit khas Indonesia). Malah sebagian justru masuk ke dalam perangkap Jahiliah dalam wajah modern. Begitulah jika menerima sesuatu tanpa mengerti substansi.

Suara panggilan ibadah bagi para pengikut agama mayoritas telah berkumandang, hiruk pikuk jalanan mulai berkurang entah karena semua pengikut agama mayoritas itu pergi melaksanakannya atau takut melakukan aktivitas karena mitos yang telah membusuk di dalam sanubarinya. Turun dari vespa kongonya seorang mahasiswa pascasarjana, gaya pakaiannya yang amburadul membuat para jamaah masjid yang sudah mensucikan diri itu mengira ia hanya singgah untuk duduk karena juga takut mitos. Sebuah mitos memang mempengaruhi sugesti dan perilaku, di kota itu masyarakat percaya bahwa perubahan warna langit dari terang ke gelap akan membuat seseorang sial jika masih beraktivitas langsung di bawah langit. Ternyata dugaan selalu mengandung benar dan salah, Mahasiswa itu mengambil wudhu dan Shalat. Dari kejauhan dua orang berambut cepak mengawasinya.

“ Kamu itu dicari oleh intelijen, kenapa kamu masih menemuiku?,“ sorot mata bola ping pong itu bertanya dengan gelisah. “ Ahh, itu hanya perasaanmu saja,“ dengan nada beratnya Alka menenangkan gadis bersuara cempreng itu.“ Kamu selalu membuat masalah dengan ide-ide gilamu,“ katanya lagi. “ Sudahlah, mari kita bicarakan hal lain, ” tutupnya agar tidak tegang. Menikmati malam di tepian sungai mahakam adalah sebuah cara yang ditempuh Alka untuk bisa menemui Karina. Karena Karina memang setiap malam kamis dan sabtu malam selalu menunggu Alka di cafe mahakam itu, Alka selalu berganti penampilan setiap keluar rumah. Malam itu ia gunakan topi ala bruno mars, dan menggunakan blazer coklat tua. Sedih sedikit hatinya tapi tak mau ditunjukkannya melihat diri Karina yang hanya tertunduk diam. Karina sesekali melihat mata lelaki itu. Kesan optimis memang tidak bisa dilepaskan oleh gayanya, lebih jauh dilihatnya ke dalam sorot mata itu tidak terkandung sedikit pun penyesalan. Dirinya perempuan biasa yang tak tahan membayangkan nasib buruk akan menimpa lelaki yang sungguh disayanginya itu.

Kembali seperti yang selalu dilakukannya, lelaki itu mencuri beras bantuan dari gudang pemerintah. Kemudian membagikannya kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Sebagai mahasiwa pascasarjana, Alka tentu tahu cara lain untuk meminta rasa adil bagi masyarakat yang dibelanya. Tapi pemerintah kota itu telah tidak benar membagikan beras jatah miskin itu, justru mereka memberikannya kepada orang-orang yang sebenarnya mampu membeli sendiri. Masyarakat yang papa dan membutuhkan justru tidak pernah terlayani oleh bantuan praktis itu, di pemerintahan memang seringkali digunakan istilah oknum untuk menyebut perseorangan yang melakukan penyimpangan. Tetapi bagi Alka, kumpulan oknum telah mengisi pemerintahan. Pernah ia memberikan kritik dalam sebuah media massa, esoknya media massa itu dibredel. Lewat jejaring sosial pun tak kalah semangatnya bersahutan, akun jejaring sosialnya dihack dan dimasukkan gambar-gambar tidak senonoh. Ia menjadi takut dan ngeri untuk mencoba menyampaikan pikiran dan pendapatnya kepada pemerintah melalui ucapan.
Pikiran jernihnya sebagai mahasiswa pascasarjana sosiologi tentu tidak dapat dipungkiri, mewujudkan rasa aman dalam masyarakat baginya tiada mungkin apabila kebutuhan fisik masyarakat tidak terpenuhi terlebih dahulu. Teori 5 kebutuhan manusia Maslow ada di luar kepalanya.

“ Terima kasih nak Alka,“ ucap nenek uzur menyambut beras, nenek itu tinggal di sebuah perkampungan kumuh. ” Di saat ayahmu dulu menjadi walikota kami tidak pernah kesusahan macam ini. Kamu itu pahlawan bagi kami, mudah-mudahan nasib baik selalu melindungi.” sambung Nenek itu. Nenek ini adalah salah seorang dari ribuan masyarakat miskin yang ditolongnya. Kampung Nenek itu adalah pemukiman kumuh di ujung utara kota itu yang hanya didatangi saat kampanye politik penguasa. Mereka selalu diberikan angin segar 5 tahun sekali dan angin badai ekonomi hampir separuh hidupnya. Alka hanya tersenyum kecil, ia tahu bahwa yang dilakukannya adalah hal mulia dengan cara tidak mulia. Tapi apalah lagi cara, mengambil tindakan ini sebenarnya adalah bunuh diri pelan-pelan. Karena ayah Karina si Walikota tangan besi pasti akan menggerakkan kepolisian untuk menangkap pencuri baik hati ini.

Alka telah yatim piatu semenjak 2 tahun lalu tinggal sendiri di rumahnya, sebuah rumah tua yang sudah jadi cagar budaya kota itu. Malam minggu itu harusnya jadi malam yang menyenangkan baginya karena dapat menemui si mata indah bola ping pong yang semampai berkerudung itu. Tetapi situasi berkata lain, mobil polisi mengepung rumahnya malam itu. Alka yang setelah Isya tadi hanya mendengarkan lagu yellow dari coldplay dan sedang memilih-milih baju di lemarinya terkejut karena mendengar dobrakan keras dipintu depan. Alka yang paham dengan sejarah kota itu mengambil inisiatif, rumahnya memiliki hubungan dengan rumah dinas walikota. Sebuah lorong bawah tanah menghubungkan rumah Alka dengan garasi di rumah dinas. Segera ia bergegas untuk masuk ke ruang bawah tanah itu, terburu-buru ia berlari hingga tak ingat menutup pintu masuk lorong rahasia itu. Alka tidak pernah menggunakan semua perangkat teknologi semenjak hacker menembus akun pribadinya, telepon jinjingnya yang disadap pun menghalanginya untuk melakukan segala bentuk komunikasi.Di garasi rumah dinas walikota, Alka berhenti untuk menulis lirik lagu coldplay itu. Ia selalu mengutip lirik lagu untuk Karina Amir, anak Walikota Amir. Kertas dan pulpen yang selalu ada di saku kemeja lengan panjang berkantong itu dipakainya menulis lirik itu yang sudah diartikan sendiri dalam bahasa Ibu. Digubahnya sedikit menjadi sebuah kata-kata pribadi.

Pintu lorong rahasia yang terbuka telah memberikan kesempatan besar intel untuk menangkap basah pencuri baik hati itu. Alka terkejut ketika melihat dua orang intel berambut cepak dan berbadan tegap sudah berada tepat di belakangnya. Siap meringkusnya dengan bengis. Keributan di garasi itu menimbulkan rasa penasaran bagi Karina yang sedari tadi duduk di teras depan menunggu Alka yang memang sering dalam diam menjemputnya untuk menikmati pemandangan kota yang dari atas bukit terlihat samar-samar indah itu. Alka berlari kencang melewati gadis itu, memegang tangannya sekejap dan terus berlari ke arah yang tidak diketahui. Intel terus mengikuti dan memberikan tembakan peringatan. Karina yang tidak siap dengan kejadian itu berlutut dan menitikkan air matanya. Di tangannya tergenggam sebuah lirik pembuka lagu yellow dari grup musik cold play. Di bukanya pelan-pelan kertas yang remuk itu, dibacanya lamat-lamat lirik lagu yang telah menjadi jadul itu. Air matanya terus keluar seolah mata tak punya cara untuk membendungnya.

Lihatlah bintang-bintang
Lihatlah bagaimana mereka bersinar untukmu
Dan semua yang kau lakukan
Ya, mereka semua kuning

Jika bintang selalu menyinarimu setiap malam, aku ingin seperti itu.

                                                                                  17-8-2045

                                                                                   Alka


Suara tembakan berbunyi dari kejauhan, suara sirine yang mengepung dan suara jerit tangis masyarakat di utara kota itu menandakan bahwa pahlawan muda itu telah tiada. Karina tertunduk pucat terus menangisi kejadian mengejutkan di depan garasi, dirinya shock dengan tragedi penuh momentum melodramatik yang begitu cepat. Orang tua Karina keheranan melihat tangis Karina, mereka tak pernah tahu siapa pencuri baik hati yang tertembak mati itu. Atau mungkin pura-pura tidak tahu.